06/05/12

Adaptasi Kupu-Kupu Heliconius numata

Minggu, 15 Januari 2012 - Misteri bagaimana kupu-kupu mengubah pola sayapnya untuk meniru spesies tetangganya dan menghindari dimakan oleh burung telah terpecahkan oleh sebuah tim peneliti Eropa. Studinya diterbitkan tanggal 14 Agustus 2011 dalam jurnal Nature.

Pemikir evolusi terbesar, termasuk Wallace, Bates, dan Darwin, semuanya menanyakan bagaimana kupu-kupu yang terasa tidak enak bagi burung mengevolusikan pola warna yang sama. Sekarang untuk pertama kalinya, para peneliti yang dipimpin oleh  CNRS (Muséum National d’Histoire Naturelle, Paris) dan Universitas Exeter (Inggris) menunjukkan bagaimana kupu-kupu melakukan trik ini, yang disebut mimikri Müllerian.
Dengan dana dari  Biotechnology and Biological Sciences Research Council (BBSRC), studi ini berfokus pada spesies Amazon    Heliconius numata, yang meniru beberapa spesies kupu-kupu lain pada satu lokasi di hutan rimba. Satu populasi   Heliconius numata dapat menunjukkan banyak pola warna sayap berbeda mirip dengan kupu-kupu lain tersebut, seperti kerabat Monarch   Melinaea, yang tidak dapat dimakan burung. Hal ini bertindak sebagai pelindung, yang melindungi mereka dari predator.
 Para peneliti menentukan tempat dan membariskan daerah kromosom yang bertanggung jawab untuk pola sayap  H. numata. Variasi pola sayap kupu-kupu ini dikendalikan oleh satu daerah tunggal di sebuah kromosom, yang mengandung beberapa gen yang mengendalikan berbagai unsur pola. Dikenal sebagai supergen, penggerombolan ini memungkinkan kombinasi genetik yang mendukung peniruan mereka tetap dipertahankan, sementara mencegah kombinasi yang menghasilkan pola non-peniruan muncul. Supergen juga bertanggung jawab untuk sejumlah besar apa yang kita lihat di alam: dari bentuk bunga mawar kuning muda (primrose) hingga warna dan pola cangkang siput.
 Para peneliti menemukan kalau tiga versi kromosom yang sama ada dalam spesies ini, masing-masing mengendalikan bentuk pola sayap yang berbeda. Hal ini menghasilkan kupu-kupu yang sepenuhnya berbeda satu sama lain, walaupun DNA nya sama.
 “Kami terkesima oleh apa yang kami temukan,” kata   Dr Mathieu Joron dari Muséum National d’Histoire Naturelle, yang memimpin penelitian ini. “Kupu-kupu ini adalah ‘transformer’ dalam dunia serangga. Namun bukannya berubah dari sebuah mobil menjadi sebuah robot dengan satu ketikan saklar, satu saklar genetik memungkinkan serangga ini berubah menjadi beberapa bentuk tiruan berbeda – ini mengagumkan dan mirip fiksi ilmiah. Sekarang kita mulai memahami bagaimana saklar ini dapat memiliki efek demikian besar.”
 Professor Richard ffrench-Constant dari Universitas Exeter menambahkan: “Fenomena ini telah membingungkan para ilmuan selama berabad-abad – termasuk Darwin sendiri. Sungguh, adalah pengamatan mimikri asli yang membantu membingkai konsep seleksi alam. Sekarang kita memiliki alat yang tepat sehingga kita mampu memahami alasan transformasi mengagumkan ini: dengan mengubah satu gen saja, kupu-kupu mampu membohongi predatornya dengan meniru berbagai kupu-kupu yang rasanya tidak enak.”
 Satu supergen ini juga tampaknya penting dalam melanisme dalam spesies lain, termasuk ngengat. Bulan April 2011, sebuah tim dipimpin Universitas Liverpool menjelaskan dalam jurnal Science bagaimana Ngengat Merica mengembangkan sayap hitamnya di lingkungan industri berasap Inggris abad ke-19.
“Daerah supergen ini bukan hanya memungkinkan serangga meniru satu sama lain, seperti pada Heliconius, namun juga meniru latar belakang hitam karena arang dalam revolusi industri – ia adalah gen yang benar-benar memberi arah evolusi,” tambah   Professor Richard ffrench-Constant.
Penyusunan ulang kromosom mempertahankan supergen polimorfik mengendalikan mimikri kupu-kupu ini diterbitkan di Nature.
Sumber berita:
Referensi jurnal:
Mathieu Joron, Lise Frezal, Robert T. Jones, Nicola L. Chamberlain, Siu F. Lee, Christoph R. Haag, Annabel Whibley, Michel Becuwe, Simon W. Baxter, Laura Ferguson, Paul A. Wilkinson, Camilo Salazar, Claire Davidson, Richard Clark, Michael A. Quail, Helen Beasley, Rebecca Glithero, Christine Lloyd, Sarah Sims, Matthew C. Jones, Jane Rogers, Chris D. Jiggins, Richard H. ffrench-Constant. Chromosomal rearrangements maintain a polymorphic supergene controlling butterfly mimicry. Nature, 2011; DOI: 10.1038/nature10341