23/04/12

Tanpa Kompetisi, Katak Di Sulawesi Berevolusi dengan Cepat

Senin, 16 April 2012 - Para ilmuan dipimpin oleh Ben Evans dari Universitas McMaster telah mendokumentasikan evolusi cepat spesies katak bertaring baru di pulau Sulawesi, dekat Philipina.




Tim ini menemukan 13 spesies katak taring di pulau tersebut, Sembilan diantaranya belum pernah diidentifikasi sebelumnya. Spesies ini berbeda dalam ukuran tubuh, jumlah selaput di kakinya, dan bagaimana mereka membesarkan anak – semua sejalan dengan tuntutan niche ekologi mereka yang berbeda. Sulawesi memiliki jumlah spesies katak taring yang sama seperti di kepulauan Philipina.
“Kami menduga memperoleh lebih banyak spesies di wilayah kepulauan karena ia jauh lebih luas, namun ini ternyata tidak terbukti,” kata Evans.
 Mengapa ada keanekaragaman hayati yang tinggi pada pulau yang kecil? Tidak adanya kompetisi di Sulawesi, kata para peneliti. Katak taring di Philipina harus berkompetisi dengan genus katak lainnya, Platymantis. Platymantis tidak pernah sampai ke Sulawesi, membuat katak taring bebas menyebar ke habitat baru, dimana mereka kemudian beradaptasi. Evolusi cepat katak ini adalah contoh mengagumkan dari radiasi adaptif – sebuah konsep yang dijelaskan Charles Darwin untuk kasus finch Galapagos.
Penelitian ini diterbitkan dalam jurnal American Naturalist.
Sumber berita:
Referensi jurnal:
Mohammad I. Setiadi, Jimmy A. McGuire, Rafe M. Brown, Mohammad Zubairi, Djoko T. Iskandar, Noviar Andayani, Jatna Supriatna, Ben J. Evans. Adaptive Radiation and Ecological Opportunity in Sulawesi and Philippine Fanged Frog (Limnonectes) Communities. The American Naturalist, 2011; 178 (2): 221 DOI: 10.1086/660830

Mitos Otak Kiri dan Otak Kanan


Kamis, 5 April 2012 - Pernyataan kalau kepribadian seseorang memiliki dominasi otak kiri atau otak kanan adalah mitos. Kenyataannya kedua belahan berperan dan saling ketergantungan.
Mitos ini mengatakan kalau seseorang dengan otak kanan umumnya kreatif, intuitif, berseni, sementara orang otak kiri cenderung pemecah masalah, lebih linier, dan logis. Mitos ini lahir dari sains murni, namun teknologi pencitraan modern telah menunjukkan kalau otak lebih saling fleksibel dari pada yang diduga sebelumnya.
 Mitos ini mungkin berasal dari tahun 1800an, ketika para ilmuan menemukan kalau sebuah cedera pada satu sisi otak sering menyebabkan hilangnya kemampuan tertentu. Sebagai contoh, kemampuan spasial terlihat berada di sisi kanan otak, sementara bahasa ada di kiri. Mitos ini makin kuat di tahun 1960an, ketika para ilmuan mempelajari pasien epilepsi yang dibedah untuk memotong hubungan antara kedua belahan otak. Para peneliti menunjukkan kalau ketika kedua belahan tersebut tidak dapat berkomunikasi, kedua belahan otak dapat tidak sadar mengenai eksistensi satu sama lain – dan bahkan merespon berbeda pada rangsangan. Sebagai contoh, ketika seorang pasien ditanya apa yang ingin ia lakukan, otak kirinya mengatakan “tukang kayu” sementara otak kanan mengatakan “pembalap”.
 Namun lebih baru ini, teknologi pindai otak mengungkapkan kalau peran belahan otak tidak begitu sederhana seperti diduga. Kedua belahan otak faktanya saling menggantikan. Sebagai contoh, pengolahan bahasa, pernah dipercaya kalau hanya dominasi otak kiri, namun sekarang diketahui terjadi di dua belahan otak: sisi kiri mengolah tata bahasa dan pengejaan sementara kanan mengolah intonasi. Begitu juga, eksperimen menunjukkan kalau belahan kanan tidak bekerja dalam isolasi dalam kemampuan spasial: otak kanan tampaknya berhubungan dengan naluri keruangan yang umum, sementara otak kiri berurusan dengan benda di lokasi tertentu.
 Apa yang benar adalah kalau sisi kanan otak mengendalikan sisi kiri tubuh dan sebaliknya. Ini artinya, cedera di sisi kiri otak (seperti stroke otak kiri) dapat menyebabkan kerusakan pada belahan kanan tubuh (misalnya lumpuh kaki kanan).
Sumber :  http://www.faktailmiah.com/2012/04/05/