Minggu, 15 Januari 2012 -
Misteri bagaimana kupu-kupu mengubah pola sayapnya untuk meniru spesies
tetangganya dan menghindari dimakan oleh burung telah terpecahkan oleh
sebuah tim peneliti Eropa. Studinya diterbitkan tanggal 14 Agustus 2011
dalam jurnal Nature.
Pemikir evolusi
terbesar, termasuk Wallace, Bates, dan Darwin, semuanya menanyakan
bagaimana kupu-kupu yang terasa tidak enak bagi burung mengevolusikan
pola warna yang sama. Sekarang untuk pertama kalinya, para peneliti yang
dipimpin oleh CNRS (Muséum National d’Histoire Naturelle, Paris) dan
Universitas Exeter (Inggris) menunjukkan bagaimana kupu-kupu melakukan
trik ini, yang disebut mimikri Müllerian.
Dengan dana dari Biotechnology and Biological Sciences Research Council (BBSRC), studi ini berfokus pada spesies Amazon Heliconius numata, yang meniru beberapa spesies kupu-kupu lain pada satu lokasi di hutan rimba. Satu populasi Heliconius numata dapat menunjukkan banyak pola warna sayap berbeda mirip dengan kupu-kupu lain tersebut, seperti kerabat Monarch Melinaea, yang tidak dapat dimakan burung. Hal ini bertindak sebagai pelindung, yang melindungi mereka dari predator.
Para peneliti menentukan tempat dan membariskan daerah kromosom yang bertanggung jawab untuk pola sayap H. numata.
Variasi pola sayap kupu-kupu ini dikendalikan oleh satu daerah tunggal
di sebuah kromosom, yang mengandung beberapa gen yang mengendalikan
berbagai unsur pola. Dikenal sebagai supergen,
penggerombolan ini memungkinkan kombinasi genetik yang mendukung
peniruan mereka tetap dipertahankan, sementara mencegah kombinasi yang
menghasilkan pola non-peniruan muncul. Supergen juga bertanggung jawab
untuk sejumlah besar apa yang kita lihat di alam: dari bentuk bunga
mawar kuning muda (primrose) hingga warna dan pola cangkang siput.
Para
peneliti menemukan kalau tiga versi kromosom yang sama ada dalam
spesies ini, masing-masing mengendalikan bentuk pola sayap yang berbeda.
Hal ini menghasilkan kupu-kupu yang sepenuhnya berbeda satu sama lain,
walaupun DNA nya sama.
“Kami
terkesima oleh apa yang kami temukan,” kata Dr Mathieu Joron dari
Muséum National d’Histoire Naturelle, yang memimpin penelitian ini.
“Kupu-kupu ini adalah ‘transformer’ dalam dunia serangga. Namun bukannya
berubah dari sebuah mobil menjadi sebuah robot dengan satu ketikan
saklar, satu saklar genetik memungkinkan serangga ini berubah menjadi
beberapa bentuk tiruan berbeda – ini mengagumkan dan mirip fiksi ilmiah.
Sekarang kita mulai memahami bagaimana saklar ini dapat memiliki efek
demikian besar.”
Professor Richard
ffrench-Constant dari Universitas Exeter menambahkan: “Fenomena ini
telah membingungkan para ilmuan selama berabad-abad – termasuk Darwin
sendiri. Sungguh, adalah pengamatan mimikri asli yang membantu
membingkai konsep seleksi alam.
Sekarang kita memiliki alat yang tepat sehingga kita mampu memahami
alasan transformasi mengagumkan ini: dengan mengubah satu gen saja,
kupu-kupu mampu membohongi predatornya dengan meniru berbagai kupu-kupu
yang rasanya tidak enak.”
Satu
supergen ini juga tampaknya penting dalam melanisme dalam spesies lain,
termasuk ngengat. Bulan April 2011, sebuah tim dipimpin Universitas
Liverpool menjelaskan dalam jurnal Science bagaimana Ngengat Merica mengembangkan sayap hitamnya di lingkungan industri berasap Inggris abad ke-19.
“Daerah
supergen ini bukan hanya memungkinkan serangga meniru satu sama lain,
seperti pada Heliconius, namun juga meniru latar belakang hitam karena
arang dalam revolusi industri – ia adalah gen yang benar-benar memberi
arah evolusi,” tambah Professor Richard ffrench-Constant.
Penyusunan ulang kromosom mempertahankan supergen polimorfik mengendalikan mimikri kupu-kupu ini diterbitkan di Nature.
Sumber berita:
Referensi jurnal:
Mathieu
Joron, Lise Frezal, Robert T. Jones, Nicola L. Chamberlain, Siu F. Lee,
Christoph R. Haag, Annabel Whibley, Michel Becuwe, Simon W. Baxter,
Laura Ferguson, Paul A. Wilkinson, Camilo Salazar, Claire Davidson,
Richard Clark, Michael A. Quail, Helen Beasley, Rebecca Glithero,
Christine Lloyd, Sarah Sims, Matthew C. Jones, Jane Rogers, Chris D.
Jiggins, Richard H. ffrench-Constant. Chromosomal rearrangements maintain a polymorphic supergene controlling butterfly mimicry. Nature, 2011; DOI: 10.1038/nature10341