Jumat, 17 Agustus 2012
- Sebuah studi terbaru pada burung penyanyi Amerika utara mengungkapkan
kalau burung yang hidup dalam cuaca yang bergejolak merupakan penyanyi
yang lebih fleksibel.
Pencampuran
membantu burung memastikan kalau lagu mereka didengar tidak peduli apa
habitatnya, kata para peneliti dari Australian National University dan
National Evolutionary Synthesis Center.
Untung
menguji gagasan ini, para peneliti menganalisis lagu yang direkam dari
lebih dari 400 burung jantan dalam 44 spesies burung penyanyi amerika
utara – sebuah set data yang mencakup oriole, blackbird, warbler,
layang-layang, kardinal, finch, chickade, dan thrush.
Mereka
memakai software komputer untuk mengubah setiap rekaman suara – sebuah
medley dari siulan, nyanyian, cheep, chirp, trill, dan twitter – menjadi
sebuah spektrogram, atau grafik suara. Seperti skor musik, pola
kompleks garis dan tajam dalam spektrogram memungkinkan para ilmuan
melihat dan menganalisis secara visual setiap suara.
Untuk
setiap burung dalam data set mereka, mereka mengukur karakteristik
suara seperti panjang, nada tertinggi dan terendah, jumlah not, dan
spasi diantaranya.
Ketika mereka
mengkombinasikan data ini dengan rekaman suhu dan presipitasi serta
informasi lain seperti habitat dan lintang, mereka menemukan pola
mengejutkan – jantan yang mengalami lebih banyak ayunan musim antara
kering dan basah menyanyikan lagu yang lebih beraneka ragam.
“Mereka
dapat menyanyikan not tertentu sangat rendah atau sangat tinggi atau
mereka dapat menyetel kenyaringan atau temponya,” kata peneliti Clinton
Francis dari National Evolutionary Synthesis Center.
Pyrrhuloxia
atau kardinal gurun dari barat daya Amerika dan Meksiko utara dan
goldfinch Lawrence dari Kalifornia adalah dua contoh.
Selain
variasi dalam cuaca di segala musim, para peneliti juga melihat variasi
geografi dan menemukan pola yang sama. Spesies yang mengalami lebih
banyak perbedaan curah hujan dari satu lokasi ke lokasi lain dalam
jangkauan menyanyinya menyanyikan nada yang lebih kompleks. Finch rumah
dan plumbeous vireos merupakan dua contoh, kata Francis.
Mengapa seperti ini?
“Presipitasi
dekat kaitannya dengan seberapa lebatnya habitat tersebut,” kata
peneliti Iliana Medina dari Australian National University. Mengubah
vegetasi berarti mengubah kondisi akustik.
“Suara
dipancarkan berbeda lewat tipe vegetasi berbeda,” jelas Francis.
“Sering ketika burung tiba ke tanah pembiakan mereka di musim semi,
misalnya, sulit ditemukan daun di pohon. Sepanjang hanya beberapa
minggu, transmisi suara berubah drastis seiring tumbuhnya dedaunan.”
“Burung
yang lebih fleksibel dalam suaranya lebih mampu mengatasi berbagai
lingkungan akustik yang mereka alami sepanjang tahun,” tambah Medina.
Tim
terpisah melaporkan hubungan yang sama antara lingkungan dan nyanyian
burung pada mockingbird di tahun 2009, namun ini adalah studi pertama
menunjukkan kalau pola tersebut terjadi pada lusinan spesies.
Menariknya,
Francis dan Medina menemukan kalau spesies dengan perbedaan warna
mencolok antara jantan dan betina juga menyanyikan lagu yang lebih
variatif, yang artinya variasi lingkungan bukan satu-satunya faktor,
kata para peneliti.
Sumber berita:
Referensi jurnal:
I. Medina, C. D. Francis. Environmental variability and acoustic signals: a multi-level approach in songbirds. Biology Letters, 2012; DOI: 10.1098/rsbl.2012.0522
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon masukannya..